HOME

Kamis, 12 Mei 2016

PERJALANANKU SAMPAI NEGERI MESIR #2



 


Oleh : Abu Yusuf  Akhmad Ja’far

(Mahasiswa Fakultas Syari’ah Islamiyah Univ. Al-Azhar, Kairo - Mesir)


Perjalananku sampai di Ibukota (Jakarta)

Perjalananku menuju ibukota akan ku lalui melalui jalan darat, dengan menggunakan kereta api Gaya Baru Malam, yang akan berangkat jam 12.00 WIB dari Stasiun Gubeng-Surabaya dan akan tiba di Stasiun Pasar Senin-Jakarta jam 01.30 WIB. Perjalanan dari kotaku menuju Surabaya menempuh waktu 2 jam. Dari kotaku menuju kota Pahlawan ku lalui dengan menggunakan kereta api Penataran Malang-Surabaya.
 Aku berangkat dari kotaku pagi hari dan aku tidak sendirian dalam perjalanan menuju Ibukota, aku bersama temanku yang kebetulan dia juga ingin belajar di LIPIA, setelah 2 jam perjalananku tiba di Surabaya pada jam 10.30 WIB, otomatis saya menunggu terlebih dahulu selama satu jam kedepan.

Kereta mulai bergerak sedikit demi sedikit meninggalkan kota Pahlawan, suatu pengalaman yang baru, akan saya dapat  dalam perjalanan ini. Mataku tidak sedikitpun terlewatkan oleh pemandangan yang sangat indah selama perjalanan berlangsung, betapa indah Negeriku ini Indonesia, seperti di film-film.
Stasiun demi stasiun kulewati , provinsi demi provinsi kulalui, sehingga matahari yang dari awal perjalananku selalu setia menemani kini terlihat telah hilang, karena telah nampak bulan dan bintang di langit yang cerah saat itu.
Tepat pada jam 02.00 WIB, Saya menginjakkan kakiku di Ibukota tepatnya di Stasiun Jatinegara , Jakarta Timur. Perjalanku berlanjut menuju LIPIA dengan menggunakan angkot, dengan 2 kali oper. Kebetulan pada jam segitu sudah banyak angkot, berbeda dengan kotaku. Angkutan umum di Ibukota stand by selama 24 jam.
Meskipun hanya bermodalkan alamat yang kurang jelas dan modal tanya sana-sini, akhirnya saya tiba di depan LIPIA. Tentunya perasaan senang kurasakan saat itu, bisa melihat kampus yang katanya sih, menjadi idaman banyak orang. Nampak biru indah, layaknya di gambar yang tersebar di internet. Saya rasa LIPIA kecil dibanding dengan universitas negeriyang ada di Indonesia.
Suasana saat itu masih sangat sepi, satpam pun masih tertidur lelap. Menurut informasi yang saya dapat, formulir sudah dibagikan sejak hari senin kemari dengan jumlah 500 lebih, sedangkan menurut jadwalnya tidak demikian. Hanya berdua saat itu, saya dan temen saya yang mulai mengambil posisi antrian. Sedikit demi sedikit ada beberapa orang berdatangan, saya mulai tanya sama mereka yang mungkin tahu informasi terbaru dalam mekanisme pendaftaran. Saat itu saya ngobrol dengan salah satu ibu, yang dia itu sedang mengantar anaknya, saya sempat berkenalan sama ibu tersebut beserta anaknya, akhirnya adzan subuh berkumandang. Kami berdua diajak untuk sholat sama ibu tersebut, beliau bersama sang sopir yang mulai masuk ke dalam mobil, mobil mewah kami naiki untuk menuju masjid, ketika tiba di masjid, saya menghubungi salah seorang ustad yang sedang kuliah di LIPIA, beliau pernah menjalankan pengabdian di Pondok Pesantren As-Sunnah Pasuruan, setelah menyelesaikan studinya di Pondok Al-Furqon Al-Islami Sedayu, Gresik. Sehingga kami berdua mengenalnya dengan sangat dekat. Setelah beberapa kali kami menghubungi beliau, pada akhirnya telpon kami di jawabnya, dan saat itu pun beliau menjemput kami yang saat itu berada di masjid deket persimpangan jalan, otomatis kami berpisah dengan ibu-ibu yang tadi, dan kami pun sudah mempunyai nomor beliau. Mungkin saja suatu saat bisa bertemu kembali.
Menuju kamar kost Ustad Husni, begitulah sapaan beliau. Kamar sepetak yang hanya muat untuk 3-4 orang , dalam bayangku apa memang sekeras ini hidup di Jakarta, entahlah, mungkin ini sudah biasa. Setelah meletakkan barang bawaan dari kampung yang cukup banyak, kami tidak langsung istirahat. Kami diajak sholat berjama’ah di masjid deket kostnya itu, kemudian beberapa saat setelah subuh kami langsung berjalan menuju kampus LIPIA, untuk mengambil formulir pendaftaran.  Karena jarak dari rumah kost ke kampus lumayan jauh, memakan waktu sekitar 10 menit dengan jalan kaki.
Dalam keadaan capek, belum sempat istirahat , akibat dari perjalanan yang sangat jauh sekitar 15 jam berada di dalam kereta. Kami melihat pemandangan yang sangat mengagetkan hati, tiba-tiba antrian membeludak di depan gerbang kampus, yang tadinya hanya saya dan temen saya. Berdiri selama berjam-jam hanya untuk mendapatkan selembar formulir, sungguh pengorbanan yang cukup melelahkan, dalam keadaan perut lapar, hati cemas, karena saya dan temen saya belum mendapatkan formulir,sedangkan formulir sudah habis, padahal kami sudah mengantri dari jam 3 pagi. Saya merasa hal ini tidak adil, bikin bingung, masak iya, kami datang jauh-jauh tidak mendapat formulir. Sungguh sedih hati ini termenung, apakah memang saya dan temen saya tidak bisa daftar ke LIPIA pikirku dalam hati, sesulit inikah daftar disini, sungguh berbagai pikiran berkecamuk di dalam benakku, melamun, dan hampir saja air mata menetes dari katup mata ini. Saya terdiam di tengah keramaian orang-orang mengisi data diri dll.
Saat itu saya duduk termenung di depan gedung yang menjulang dengan keheningan, tiba-taba suara ibu yang tadi subuh ketemu saya memanggil, otomatis saya langsung menghampiri beliau. Tiba-tiba ibu tersebut bertanya : Apakah sudah dapat formulir ? saya menjawab : belum bu, dengan malu dan mimik wajah yang sedih  saya lontarkan jawaban itu. Rasa kaget menghampiriku, tiba-tiba ibu itu menyuruhku  masuk ke dalam mobilnya, dan menyodorkan kepada ku 1 lembar formulir. Otomatis saya sangat gembira saat itu, Allah menjawab do’aku , Allah menurunkan pertolongannya melalui ibu itu, akan tetapi hatiku terhenyut memikirkan temenku, yang mana dia belum dapat formulir, dan rasanya tidak mungkin kalau saya membiarkan dia tidak dapat formulir. Bibirku tiba-tiba berucap, apakah tidak ada lagi formulir buat temen saya itu ? sambil tanganku berisyarat ke temenku yang sedang duduk termenung di depan gedung biru itu. Singkat cerita , ibu itu langsung menelpon ke temennya , tampaknya menanyakan perihal formulir itu, setelah menutup telepon , ibu itu memberitahukan kepadaku bahwa ada lagi formulir tinggal 1, akan tetapi menunggu keputusan dari temen ibu tersebut, mau ngasih atau tidak. Suasana hening, berharap semua seperti yang kami berdua harapkan, bertekad untuk merantau hanya demi menimba lautan ilmu bak samudra luas tiada habisnya. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya temen ibu tersebut menyetujui , untuk memberikan sisa formulir itu untuk temen saya, hampir menetes air mataku, katub mataku sudah basah, tidak menyangka bahwa Allah membuka jalan bagiku dan temenku untuk ikut mengikuti tahapan selanjutnya dalam pendaftaran LIPIA.
Rasa syukur tidak henti-hentinya kupanjatkan, rasa terima kasih ku ucapkan berkali-kali terhadap ibu itu, yang telah sudi menolong pengembara seperti kami ini, suatu pengalaman yang melelahkan, rasa lapar sudah mulai melanda , setelah 5 jam lebih berdiri menunggu , mengantri, berdesak-desakan. Pengen rasanya cerita kepada orang tua, kawan-kawan bahwa hanya untuk mengambil formuir saja sudah sedemikian sulit, apalagi tesnya, ujarku dalam hati. Tahap berikutnya penyerahan berkas-berkas, dan kebetulan kami berdua mendapatkan nomor antrian yang cukup besar, dan otomatis tidak bisa selesai hari ini, ujarku. Batas penyerahan berkas sampai hari Jum’at, sementara antrian masih panjang, prediksiku mungkin hari Jum’at  kami dapat giliran untuk menyerahkan berkas-berkas.
Tidak saya sia-sia kan waktu ku begitu saja di Ibukota, sambil menungu waktu penyerahan berkas tiba, Setelah menyantap sarapan pagi dengan makanan khas betawi, Nasi Uduk. Katanya sih Nasi Uduk makanan yang harganya sangat relatif buat kalangan mahasiswa. Kami sempatkan waktu untuk berkunjung ke Monas, yang biasanya hanya bisa ku lihat di televisi kala itu, sekarang monumen itu nampak jelas di depan mata, menjulang tinggi , sambil duduk merenung dan menikmati keramaian Ibukota, yang memang terkenal dengan macetnya. Ku sempatkan beli oleh-oleh untuk keponakan dan adekku yang berupa baju monas, yang harganya sangat terjangkau bagiku. Selain mengunjungi monas saya dan temen saya sempat mampir di masjid terbesar di Asia Tenggara, yaitu Masjid Istiqlal. Saya mampir kesana karena tempat keduanya memang tidak jauh, sangatlah dekat. Baru pertama kali saya melihat dan menginjakkan kaki di masjid sebesar itu, dan ternyata pengunjungnya bukan hanya wisatawan dari dalam negeri melainkan dari mancanegara, yang jumlahnya cukup banyak per harinya. Setelah keliling kedua tempat tersebut, kami pun merasa lelah dan lapar. Kami melihat ada banyak sekali penjual di pinggiran masjid Istiqlal, diantaranya ada penjual soto. Saya memulai obrolan dengan bapak penjual itu, mulai dari tanya harga dll, alhasil kami pun tidak jadi beli, karena memang harganya sangat mahal. Saya tidak terbiasa ke kota besar, jadi sangat kaget dengan tawaran harga dari bapak penjual tersebut. akhirnya saya beralih ke pedagang sebelahnya, rupa-rupanya makanan itu sangat asing di pengetahuanku tentang makanan, maklum saja ! itu makanan khas Betawi , namanaya Kerak Telor. Tanpa basa-basi langsung saya memesan dua porsi, karena kupikir makanan seperti itu, kisaran harganya cuma 5 rb saja. Setelah menunggu cukup lama, kerak telor nya siap di santap, satu suap dua suap terasa biasa saja, beberapa suap setelahnya enek banget, saya sudah tidak sanggup lagi untuk menghabiskannya, saya menyerah untuk makan kerak telor. Setelah kami selesai makan , kami bertanya kepada sang penjual, berapa semua pak? ujarku. Sang bapak itu menyambut pertanyaan saya dengan jawaban yang membuat saya terdiam menyesal, kesal, dan tidak akan beli kerak telor lagi. Gimana tidak kesel semua habis 40 rb , rasanya bikin enek, harganya mahal. Astagfirullah. Setelah selesai semua itu, kami kembali ke tempat kos ustad Husni di daerah Jati Padang.
Penyerahan berkas sudah selesai,  dan ternyata Ujian Test Tulis untuk masuk LIPIA akan dilaksanakan tanggal 26 Agustus 2014 dan dilanjutkan dengan test Lisan pada tanggal 28 Agustus 2014. Sungguh waktu yang sangat lama, dan tidak mungkin kami menunggu di Jakarta. Akhirnya kami putuskan untuk pulang lagi ke Pasuruan. Dan sebelum saya pulang kampung , saya ada titipan dari Ibu angkat saya sebuah bingkisan dari kampung, agar saya mengasihkan ke anaknya yang tinggal di Bekasi. Sabtu pagi kami meninggalkan Jakarta menuju Bekasi, dan untuk pertama kali saya naik Busway untuk menuju Stasiun Jatinegara, kemudian dilanjut dengan menggunakan Comuter Line (Kereta Api daerah Jabodetabek) menuju Stasiun Bekasi. Karena kakak saya akan menjemput di Stasiun Bekasi untuk kemudian menuju rumah beliau.
Tiba saya di Bekasi di rumah kakak angkat saya itu, beliau berprofesi sebagai TNI AD. Dan saat ini bertugas di daerah Bekasi dan sekitarnya. Beliau mempunyai Istri dan 2 Anak, 1 laki-laki dan 1 perempuan. Bermalam disitu , menikmati hawa perumahan elit. Hari Ahad pagi saya dan temen saya pergi Kota Wisata Bogor, menggunakan motor kakak saya. Indah sekali pemandangannya, sejuk hawanya, rindang kawsannya. Jarak antara rumah kakak saya dengan Kota Wisata lumayan dekat. Memang rumah kakak saya itu, terletak di perbatasan kota, antara Kota Bekasi dan Bogor.  Kebetulan di Masjid Darussalam di wilayah Kota Wisata ada Tablig Akbar yang berjudul “ Sifat Shalat Nabi” yang sebagai pembicara adalah Ust. Abu Yahya Badrussalam, Lc (Pembina Radio Rodja). Beliau merupakan salah satu Ustad kesukaan saya. Banyak kajian-kajian beliau yang saya punya di Laptop. Saya sempatkan duduk di majelis beliau, mendengarkan penjelasan-penjelasan beliau yang cukup logis dan mengena. Selesai dari kajian saya ingin beli tiket kereta api, untuk pulang. Saat itu di Indomart atau Alfamart tidak bersedia, terpaksa saya harus minta tolong kakak saya untuk mengantar saya ke stasiun, jarak yang cukup jauh antara rumah kakak saya dengan Stasiun Bekasi. Alhasil nihil, saya belum mendapatkan tiket untuk pulang ke Jawa Timur, rasa kangen sudah menggebu-gebu di hati ini, meskipun belum seminggu saya meninggalkan kampung. Pengen rasanya mencurahkan pengalaman saya kepada ibuku dan sanak saudaraku di kampung. Ba’da Ashr saya menghubungi tetangga saya, minta alamat tempat dia kerja. Yang kebetulan tempat kerja dia tidak terlalu jauh dari rumah kakak saya, kami putuskan untuk ketemuan di Cibubur. Jujur saja saat itu saya hanya mengandalkan google maps untuk mencari tempat-tempat yang ingin kami tuju. Setelah kami bertemu dengan teman saya itu, kami diajak ke tempat dia kerja. Entah kebetulan atau apa, kakak dari tetangga saya itu mau pulang ke Jawa Timur, untuk menghadiri undangan pernikahan adeknya. Otomatis saya sangat bahagia, naik apapun itu yang terpenting saya bisa pulang kampung dan bertemu denan keluargaku tercinta. Pada akhirnya kami putuskan untuk pulang dari Bekasi menuju Pasuruan pada jam 23.00 WIB hari Ahad, setelah pamitan dengan kakak saya , serta mengucapkan rasa terima kasih atas segala sambutannya yang sudah cukup baik menurutku. Sampai jumpa kembali Jaabodetabek 3 bulan kedepan.
Perjalanan sangat jauh , hanya menggunakan mobil pick-up. Berjam-jam perjalanan , kota demi kota terlewati, dua provinsi sudah terlewati. Pengalaman baru lagi saya dapatkan melalui perjalanan ini. Gunung, hutan, pantai menghiasi perjalanan kami, sampai saatnya kami tiba di rumah dengan selamat, tepat pukul 24.00 WIB hari Senin.
Setelah sampai di rumah, ku ungkapkan berbagai pengalaman yang saya dapat selama 1 minggu di Jakarta dan sekitarnya. Dengan senang hati saya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan untukku.
Bersambung..

0 komentar:

Posting Komentar